Google Translate

Kamis, 22 Desember 2011

Filosofi Kesuksesan Google


Googling merupakan terminologi baru di America Serikat, terutama bagi pecandu internet. Jangan mencoba mencoba arti terminologi ini dalam kamus Webster, anda tidak akan (atau mungkin belum) menemukannya. Googling berarti mencari. Ruang lingkup mencari tidak hanya terbatas di internet, melainkan dalam arti fisik. terminologi ini mengacu pada brand Google, sebuah brand search engine.

Fakta ini menunjukan betapa melekatnya asosiasi “mencari” terhadap brand Google. Hasilnya mujarab bagi Google. Search engine ini, walaupun kedatangan ke belantara bisnin Internet adalah belakangan, ternyata dapat menggusur dominasi para veteran. Pertama Inktomi sebagai penguasa teknologi search engine, lalu dilanjutkan serangan kepada Yahoo!, sang penguasa bisnis Internet business to costumer.
Business Week tahun 2005 melapurkan, Google saat itu bernilai US$120 miliyar. Angka ini hampir dua kali lipat dari APBN Indonesia pada saat itu. Angka ini juga jauh melebihi nilai mayoritas raksasa perusahaan konvensional maupun digital. Time-Warner “hanya” bernilai US$80 miliyar, sedangkan Yahoo! Sendiri hanya US$60 miliyar. Bagaimana kalau dibandingkan dengan nilai perusahaan di Indonesia ?
 
Filosofi-filosofi Kesuksesan Google
Kesuksesan Google tidak datang dengan sendirinya. Filosofi kesuksesan Google yang pertama adalah kepercayaan diri yang kuat dari duo pendirinya. Anna (2002) menyebutkan bahwa kepercayaan diri dengan tetap bersandar pada fakta-fakta yang rasional merupakan kunci sukses pertama dan paling utama dari seseorang atau perusahaan.
Konon (jangan dibalik) ketika teknologi search engine Google baru ditemukan, duo pencipta sekaligus pendiri Google mengaami kesulitan untuk mencari “angel investor”. Banyak pintu sudah diketuk, tapi tidak ada jawaban yang berarti. Bahkan seorang legenda investasi Silicon Valley menyarankanbahwa teknologi ini sebaiknya dijual putus asa, dengan harga beberapa ratus dollar. Filosofi situasi ini sebagai creative destruction, situasi dimana inovasi terus menerus dari para wirausaha baru akan menciptakan social harmony baru, di mana perusahaan status quo akhirnya harus menyerahkan “tahtanya” kepada pendatang baru.
Kalau Google hanya berhenti pada fungsi search engine, mungkin Google yang kita kenal bukanlah Google seperti saat ini. Google merupakan perusahaan yang lapar keinginan untuk melahirkan inovasi, setidaknya sampai hari ini. Inovasi-inovasi tidak hanya terbatas pada memuaskan keegoan akan teknologi. Inovasi dikawinkan dengan tujuan bisnis, yaitu mencari laba dan eksistensi perusahaan. Pertama Google hanya “menyewakan” lisensi searching, kemudian mereka mengawinkan teknologi searching dengan target-ad. Skema bisnis pun diubah. Apabila pada umumnya pemasangan iklan harus bayar didepan, Google menawarkan system bagi hasil. Apabila terdapat transaksi, baru kemudian Google dibayar.
Filosofi ketiga dan terakhir, mutualisme kesuksesan. Holden (2005) menulis, kesuksesan, baik jangka pendek maupun panjang, hadir karena kesuksesan internal dan eksternal. Kesuksesan internal berarti Google harus meramu antara “hati” dan “pikiran” dari para personil organisasi untuk menempuh jalan kesuksesan yang sama. Kesuksesan eksternal berarti kesuksesan Google harus menciptakan value added yang positif terhadap kesuksesan stakeholder mereka, terutama konsumen yang dilayaninya.

0 komentar:

Posting Komentar